Setelah sebulan lebih mencoba untuk tidak keluar rumah dengan jarak yang agak jauh akhirnya pertahanan bobol juga. Hari Minggu kemaren saya tidak Istiqomah dan melakukan perjalanan mbolang ke Kota Batu. Ke Kota Batu memang bukan jarak yang jauh dari tempat tinggal saya, tapi tetap saja merupakan tempat terjauh yang saya kunjungi sejak mulai melakukan pembatasan aktifitas.
Tempat yang saya tuju juga tidak dekat, tapi sudah dipinggiran kota, tepatnya di daerah pemandian air panas Cangar. Ya, di hari biasa, ketika sedang ingin melepaskan penat dan merefresh otak saya sering ke daerah cangar, walaupun itu untuk sekedar nongkrong di warung kopi dekat objek wisata tersebut.
Di sepanjang jalan banyak ditemui orang yang jalan-jalan seperti saya dan sama-sama tidak memahami arti istiqomah dalam rangka memutus mata rantai penebaran covid 19. Mereka kemungkinan juga sudah jenuh seperti yang saya alami.
Walaupun Pembatasan Sosial Bersekalan Besar (PSBB) di Malang Raya sudah berakhir tapi objek-objek wisata di Kota Batu masih belum ada yang buka dan beraktifkas normal. Tempat-tempat penginapan juga mayoritas masih tutup. Menurut informasi seorang teman baru dua hotel besar yang sudah buka.
Baca juga: Istiqomah dalam Berpetualang Sampai Tua
Belum dibukanya objek-objek wisata membuat orang-orang yang ke Batu hanya menghabiskan waktu di jalan. Banyak dari mereka berhenti di pinggir jalan untuk menikmati keindahan alam pegunungan. Keindahan tersebut adalah daya tarik yang utama dari Kota Batu dan bukan objek-objek wisata buatan yang terkenal itu.
Ketika sedang menikmati secangkir kopi saya mengontak teman yang tinggal di Batu dan sekarang sedang berjualan buah jeruk keprok. Saat puasa dulu saya sudah pernah memesan jeruk ke dia. Dia mengirim 5 kg jeruk waktu itu.
Ketika sampai di rumahnya dia menawari 10 kg jeruk. Saya pun mengiyakan untuk membelinya. Jumlah yang cukup banyak untuk keperluan konsumsi pribadi.
Saya memang penyuka buah yang berasa asam, termasuk jeruk.